Gus Yahya Keraguan Terhadap Surat Pemberhentian Diteken Rais Aam PBNU
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Yahya Cholil Staquf, lebih dikenal dengan sebutan Gus Yahya, baru-baru ini menyatakan keraguan mengenai keaslian sebuah dokumen yang berisi risalah rapat harian Syuriyah PBNU. Dokumen tersebut menyebutkan tentang pemberhentian dirinya dari posisi sebagai Ketua Umum, yang dipandang Gus Yahya sebagai tidak sah. Ia mengungkapkan pandangannya ini setelah mengikuti Rapat Koordinasi Ketua PWNU se-Indonesia di Surabaya.
Pernyataan Gus Yahya ini muncul dalam konteks adanya isu mengenai pemakzulan dirinya dari jabatan tersebut. Ia menyatakan bahwa dokumen yang beredar di media sosial tidak memenuhi standar resmi yang biasa diterapkan oleh organisasi seperti PBNU.
Gus Yahya mengaku bahwa hingga saat ini ia belum mendapatkan dokumen tersebut secara fisik. Ia justru mempertanyakan integritas dokumen yang hanya beredar dalam format digital, yang menurutnya tidak cukup untuk dijadikan sebagai bukti resmi yang sah.
Pengakuan Gus Yahya tentang Keberadaan Dokumen Resmi
Dalam pernyataan lebih lanjut, Gus Yahya menjelaskan bahwa dokumen resmi PBNU biasanya dilengkapi dengan tanda tangan digital. Tanda tangan ini berfungsi untuk memberikan jaminan dan pertanggungjawaban atas keaslian dokumen. Tanpa elemen tersebut, Gus Yahya merasa bahwa dokumen yang beredar dapat menimbulkan keraguan.
“Dokumen resmi biasanya memiliki tanda tangan digital, sehingga kita bisa melacak siapa yang menandatanganinya dan kapan,” ungkapnya. Tanda tangan ini menjadi penting di era digital saat ini, di mana pemalsuan tanda tangan manual dapat terjadi dengan relatif mudah.
Ia menambahkan bahwa risalah yang kini beredar ditandatangani secara manual oleh Rais Aam PBNU, KH Miftachul Achyar. Hal ini semakin memperkuat keraguannya, karena tanda tangan manual sangat rentan untuk dipalsukan.
Isu Pemecatan dan Reaksi dari Pengurus PBNU
Isu pemakzulan Gus Yahya mencuat setelah dokumen risalah rapat harian tersebut menyebar. Dalam dokumen itu tertulis tanggal 20 November 2025 dan menandaskan adanya rencana pemecatan yang diratifikasi oleh sejumlah anggota Syuriyah. Namun, kejelasan mengenai keaslian dokumen itu masih dipertanyakan.
Setelah pernyataan ini, berbagai desakan muncul dari kalangan di dalam dan luar organisasi. Beberapa anggota PBNU menuntut klarifikasi atas situasi ini dan meminta agar semua pihak menjunjung tinggi prinsip transparansi, terutama dalam pengambilan keputusan yang dapat mempengaruhi kepemimpinan.
Reaksi publik pun beragam, di mana banyak yang membahas mengenai pentingnya akuntabilitas dalam organisasi. Ada yang mendukung Gus Yahya, sementara yang lain meminta agar isu ini segera diselesaikan demi menjaga kredibilitas PBNU.
Pentingnya Membangun Kepercayaan dalam Organisasi Keagamaan
Dalam konteks ini, Gus Yahya menekankan perlunya transparansi dan akuntabilitas dalam setiap keputusan yang diambil oleh organisasi keagamaan. Ia merasa bahwa hal ini sangat penting untuk menjaga kepercayaan di antara anggota dan masyarakat luas. “Orang harus tahu bahwa keputusan yang diambil adalah yang terbaik untuk organisasi,” ujar Gus Yahya.
Ia juga menggarisbawahi bahwa semua pihak dalam organisasi perlu berkomitmen untuk bekerja sama demi kemajuan. Ketidakpastian terkait kepemimpinan hanya akan menciptakan kekacauan yang tidak perlu di kalangan anggota.
Lebih lanjut, Gus Yahya berharap masyarakat jangan mudah terpengaruh oleh informasi yang tidak jelas. Oleh karena itu, ia mengajak semua pihak untuk bersikap kritis dan bijak dalam menanggapi berita terkait situasi di PBNU.




